Kasus sengketa tanah yang masuk kepada Queen Law Firm sangat banyak jumlahnya, dengan karakteristik kasus berbeda-beda, walaupun banyak kasus yang serupa akan tetapi tidak sama, berikut beberapa permasalan yang sering kami jumpai:
- Kurang tertibnya Administrasi Pertanahan di Indonesia, yang sering kami jumpai adalah satu tanah memiliki sertifikat ganda dengan pemilik yang berbeda;
- Terdapat beberapa Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat, kurang cermat dalam menjalankan tugasnya, dalam beberapa kasus Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat, dalam membuat akta jual beli terhadap suatu objek tanah mereka tidak mengecek terlebih dahulu status tanah di BPN sehingga beberapa kasus saat jual beli telah terjadi dan akan mendaftarkan peralihan hak atas tanah ke BPN tidak dapat dialihkan haknya di kerenakan tanah tersebut dalam keadaan sengketa;
- Terdapat data tanah yang keliru, baik dalam luas, batas-batas, maupun tupang tindihnya hak yang satu dengan yang lainnya;
- Masalah kepemilikan tanah waris antara orang perseorangan baik dalam pembagian hak atas tanah maupun penjualan hak atas tanah yang belum di pecah sertifikatnya;
- Peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertical, demikian juga substansi yang diatur;
- Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah baik di Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga sebuah kasus Sengketa Tanah dapat mengabiskan waktu bertahun-tahun, walaupun pemerintah telah mengatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Mahkamah Agung RI mengatur supaya peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, akan tetapi dalam kenyataanya belum dapat terlealisasikan;
- Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan, contohnya di Daerah-daerah pelosok yang belum berkembang sengketa tanah di seleaikan oleh kepala adat, kepala suku, kepala kampung atau kepala marga.
Untuk menghindari masalah-masalah sengketa di atas dalam hal jual-beli atas tanah, baiknya setiap orang memperhatikan hal-hal berikut:
- Mencari asal-usul tanah, yang biasanya didapatkan di Kelurahan/Desa yang di namakan Letter C Desa yang berisikan tentang kepemilikan tanah terdahulu sampai dengan yang terakhir;
- Mengecek Sertifikat kepemilikan hak atas tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk mengecek siapa pemiliknya, apakah ada hak tanggungan yang di bebankan ataupun mengecek apakah sertifikat tersebut masih dalam keadaan sengketa atau tidak;
- Membuat Akta Jual-Beli pada Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat yang berkompeten dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Akan tetapi jika sengketa tanah ini terlanjur terjadi penyelesaian sengketa tanah dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri (PN), dapat juga melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan tidak jarang penyelesaian sengketa tanah merambah ke wilayah hukum pidana karena dalam sengketa tersebut terkandung unsur-unsur pidana.