Queen Law Firm Mendistribusikan Sembako Kepada Masyarakat Dalam Pandemi

Epidemi COVID-19 telah berlangsung lebih dari satu tahun, dan situasi anti-epidemi Indonesia semakin parah. Mulai 3 Juli, pemerintah Indonesia memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Semakin banyak orang yang kehilangan sumber penghidupan karena tidak dapat melakukan aktivitas normal sehingga tidak dapat menjamin kebutuhan hidup yang paling mendasar.

Untuk itu, Queen Law Firm menganut konsep “mengambil dari rakyat dan menggunakannya untuk rakyat”, dan telah menyiapkan SEMBAKO bagi sejumlah orang tertentu untuk meringankan kebutuhan mendesak mereka.

Queen Law Firm berharap dapat membantu orang yang membutuhkan untuk mengatasi kesulitan melalui acara ini.

Permasalahan Sengketa Tanah, Pencegahan Dan Penyelesaiannya

Kasus sengketa tanah yang masuk kepada Queen Law Firm sangat banyak jumlahnya, dengan karakteristik kasus berbeda-beda, walaupun banyak kasus yang serupa akan tetapi tidak sama, berikut beberapa permasalan yang sering kami jumpai:

  1. Kurang tertibnya Administrasi Pertanahan di Indonesia, yang sering kami jumpai adalah satu tanah memiliki sertifikat ganda dengan pemilik yang berbeda;
  2. Terdapat beberapa Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat, kurang cermat dalam menjalankan tugasnya, dalam beberapa kasus Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat, dalam membuat akta jual beli terhadap suatu objek tanah mereka tidak mengecek terlebih dahulu status tanah di BPN sehingga beberapa kasus saat jual beli telah terjadi dan akan mendaftarkan peralihan hak atas tanah ke BPN tidak dapat dialihkan haknya di kerenakan tanah tersebut dalam keadaan sengketa;
  3. Terdapat data tanah yang keliru, baik dalam luas, batas-batas, maupun tupang tindihnya hak yang satu dengan yang lainnya;
  4. Masalah kepemilikan tanah waris antara orang perseorangan baik dalam pembagian hak atas tanah maupun penjualan hak atas tanah yang belum di pecah sertifikatnya;
  5. Peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertical, demikian juga substansi yang diatur;
  6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah baik di Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga sebuah kasus Sengketa Tanah dapat mengabiskan waktu bertahun-tahun, walaupun pemerintah telah mengatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Mahkamah Agung RI mengatur supaya peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, akan tetapi dalam kenyataanya belum dapat terlealisasikan;
  7. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan, contohnya di Daerah-daerah pelosok yang belum berkembang sengketa tanah di seleaikan oleh kepala adat, kepala suku, kepala kampung atau kepala marga.

Untuk menghindari masalah-masalah sengketa di atas dalam hal jual-beli atas tanah, baiknya setiap orang memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Mencari asal-usul tanah, yang biasanya didapatkan di Kelurahan/Desa yang di namakan Letter C Desa yang berisikan tentang kepemilikan tanah terdahulu sampai dengan yang terakhir;
  2. Mengecek Sertifikat kepemilikan hak atas tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk mengecek siapa pemiliknya, apakah ada hak tanggungan yang di bebankan ataupun mengecek apakah sertifikat tersebut masih dalam keadaan sengketa atau tidak;
  3. Membuat Akta Jual-Beli pada Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat yang berkompeten dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.

Akan tetapi jika sengketa tanah ini terlanjur terjadi penyelesaian sengketa tanah dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri (PN), dapat juga melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan tidak jarang penyelesaian sengketa tanah merambah ke wilayah hukum pidana karena dalam sengketa tersebut terkandung unsur-unsur pidana.

 

 

 

 

Mempertahankan Hak adalah Kewajiban Setiap Orang

Pada 19 Mei 2021, setelah lebih dari setahun kerja keras, perkara No. 1072 di Pengadilan Jakarta Selatan tentang Warga Tiongkok v. Warga Indonesia mendapat putusan tingkat pertama. Selain mengembalikan uang yang dalam perjanjian, tergugat Indonesia juga harus membayar kompensasi yang tinggi. Queen Law Firm sekali lagi membantu klien mendapatkan kembali keadilan.

Tentu saja, sebelum klien China memutuskan untuk memulai gugatan, ada juga pergulatan ideologis yang sengit. Bagaimanapun, klien harus menyelesaikan notaris dan sertifikasi surat kuasa di China dan membayar biaya pengacara yang tinggi. Selain itu, klien juga harus menanggung risiko kekalahan kasus tersebut. Namun, klien pada akhirnya memilih untuk melindungi haknya melalui sarana hukum, karena banyak hal yang tidak dapat diukur semata-mata oleh perhitungan ekonomi. Penderitaan psikologis yang diakibatkan oleh gugatan seringkali membuat para korbannya melawan, bahkan tanpa mengkhawatirkan untung atau rugi ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh ahli hukum Jerman Rudolf von Jhering:

“Tujuan dari gugatan penggugat untuk mempertahankan hak-haknya dari penghinaan yang tercela bukanlah masalah yang sepele, tetapi tujuan ideal untuk menegaskan kepribadian itu sendiri dan perasaan hukumnya. Dibandingkan dengan tujuan ini, semua pengorbanan dan rasa sakit yang ditimbulkan adalah tidak ada apa-apa bagi pemegang hak — tujuannya mengimbangi sarana. Teriakan korban untuk mengajukan gugatan bukan untuk keuntungan uang, tetapi untuk penderitaan etis karena menderita pelanggaran ilegal. ” (Rudolf von Jhering, Perjuangan untuk Hukum, hal.21)

Perasaan hukum adalah perasaan yang harus dimiliki oleh orang-orang dalam masyarakat yang sehat. Lantas, apa perasaan hukum? Misalnya, ketika kita sedang antri di supermarket dan tiba-tiba seseorang datang dan tidak mau antrian, apakah kita merasa tidak nyaman di hati kita? Jadi, apa tingkat ketidaknyamanan ini? Dan akankah rasa sakit mental ini mendorong kita untuk berdiri dan menuduh perilakunya? Ini adalah perasaan hukum. Dengan kata lain, sehatnya perasaan hukum secara langsung akan menimbulkan penolakan masyarakat terhadap tindakan yang melanggar haknya. Semakin baik pendidikan hukum dan lingkungan penegakan hukum dari seluruh masyarakat, semakin sehat perasaan hukum masyarakat, semakin mereka peduli terhadap hak-hak mereka sendiri, dan semakin berani mereka untuk melawan pelanggaran atas hak-hak mereka sendiri.

Selain nilai materialnya sendiri, hak juga memiliki nilai yang ideal karena kombinasinya dengan kepribadian. Pelanggaran hak akan menyebabkan hilangnya harta benda dan penghinaan terhadap kepribadian korban. Kepribadian adalah perbedaan paling esensial antara manusia dan hewan. Jika kepribadian seseorang hilang, maka tidak ada bedanya dengan mayat yang berjalan. Dalam banyak kasus yang kami tangani, jumlah uang yang terlibat sebenarnya tidak banyak, tetapi klien tetap bersikeras untuk menuntut atau melaporkan kasus tersebut, karena klien percaya bahwa meskipun haknya telah dilanggar, dia tidak hanya kehilangan uang tetapi lebih banyak kepribadiannya. Ini adalah penghinaan bagi korban oleh pelaku. Jika korban memilih diam, dia akan mengalami siksaan mental dalam waktu yang lama di kemudian hari. Sebagai orang yang berkepribadian lengkap dan sehat, ia harus memiliki perasaan dan kesadaran yang sehat terhadap hukum. Dia harus berani melawan ketika hak-haknya dilanggar untuk menjaga martabat manusia dan meringankan penderitaan emosional dari hukum. Ini adalah semacam perlindungan diri Spiritual. Kemudian, menjaga hak menjadi kewajiban yang harus dijalankan oleh individu.

Serupa dengan itu, banyak klien akan berkata kepada kami: “Saya melakukan ini bukan untuk diri saya sendiri, tetapi untuk memberi pelajaran kepada orang lain, sehingga dia tidak akan melakukan hal yang sama kepada orang lain di masa mendatang.” Ini adalah warga negara dalam masyarakat yang sehat, saya sangat memuji kesadaran yang diperlukan. Kemajuan suatu masyarakat tergantung pada upaya semua orang. Jelas tidak adil dan tidak bermoral jika orang hanya mundur dan mengharapkan orang lain untuk berdiri dan menghadapi pelanggaran hak. Orang-orang yang tersisa akan menanggung lebih banyak tekanan. Ini jelas tidak adil dan tidak etis. Tentunya hal ini juga tidak lepas dari dukungan aparat penegak hukum nasional. Jika aparat penegak hukum negara hanya mencoba menengahi perbedaan dengan pengorbanan prinsip atau bahkan membalikkan hitam dan putih, itu akan menyebabkan seluruh masyarakat salah paham, yang disebut “pembunuhan yudisial.” Rakyat tidak akan yakin mana yang benar dan mana yang salah. Orang-orang tidak lagi berani membela haknya. Semakin banyak orang memilih diam, memilih melarikan diri, dan memilih untuk tidak percaya hukum lagi. Maka hukum negara ini tidak akan dihormati lagi, negara tersebut tidak memiliki status internasional sama sekali, dan rakyatnya tidak akan dihormati oleh rakyat negara lain. Hanya perasaan hukum yang sehat dan kuat dari setiap orang yang menjadi sumber kekuatan nasional yang sangat kaya dan jaminan pasti untuk kemerdekaan di dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, menjaga hak juga merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Terakhir, akhiri dengan kutipan dari Rudolf von Jhering:

“Ketika hukum dan keadilan sedang meremajakan di suatu negara, tidaklah cukup bagi hakim untuk menunggu persidangan di pengadilan dan patroli polisi. Semua orang harus melakukan yang terbaik untuk membantu. Mereka yang dilindungi oleh hukum harus melakukan yang terbaik. Apa yang bisa dilakukannya untuk melindungi kekuasaan dan prestise hukum. Demi kepentingan masyarakat, setiap orang adalah pejuang alami yang memperjuangkan hak. ” (Rudolf von Jhering, Perjuangan untuk Hukum, p.56)

 

Gugatan Perceraian Transnasional di Indonesia

Sebagai firma hukum terkenal di Indonesia, Queen Law Firm menangani berbagai macam perkara, antara lain perkara komersial, perkara perdata, perkara pidana, dan lain sebagainya. Diantaranya, satu jenis kasus yang sedang naik dalam beberapa tahun terakhir, yaitu gugatan perceraian transnasional. Dalam kasus tersebut, mayoritas gugatan perceraian diajukan oleh perempuan asing terhadap laki-laki Indonesia. Alasan perceraian sangat beragam, tentu saja ini soal moralitas dan tidak akan kita bahas di sini. Saya terutama akan membahas beberapa masalah hukum terkait gugatan perceraian yang dilakukan oleh perempuan asing terhadap laki-laki Indonesia.

Untuk litigasi dalam kasus tersebut, tuntutan utamanya meliputi tiga hal, yaitu: perceraian, hak asuh anak, dan pembagian harta gono-gini.

1. Perceraian

Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Perkawinan itu sakral dan merupakan faktor penting bagi kelangsungan masyarakat manusia. Terlebih lagi, bagi perempuan dalam perkawinan transnasional, dibutuhkan banyak keberanian bagi perempuan untuk meninggalkan tanah air dan keluarga mereka dan memilih untuk hidup di negara yang sama sekali asing dengan laki-laki. Namun, jika perkawinan tidak dapat dilanjutkan karena berbagai alasan, perceraian dapat membawa peluang baru bagi kedua belah pihak.

Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) PP No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi sebagai berikut:
“Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.”

Dengan kata lain, selama perkawinan tidak bisa lagi menjaga kebahagiaan, Anda bisa mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Alasan perceraian bisa dengan alasan apapun, asalkan sesuai dengan fakta dan dapat memberikan bukti dan saksi yang sah untuk alasan tersebut dalam persidangan selanjutnya.

2. Hak Asuh Anak

Bagi yang muslim diatur dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, berbunyi:
“Dalam hal terjadinya perceraian :
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
c. biaya pemelliharaan ditanggung oleh ayahnya.”

Bagi yang non-muslim, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975, berbunyi sebagai berikut:
“Berdasarkan yurisprudensi mengenai perwalian anak, patokannya ialah bahwa ibu kandung yang diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan anak yang menjadi kriterium, kecuali kalau terbukti bahwa Ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya.”

Berdasarkan Putusan MARI nomor 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003:
“Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu”.

Oleh karena itu, untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun, hak asuh anak secara otomatis akan diberikan kepada ibunya. Namun, jika ibunya memiliki kebiasaan buruk dan hakim berpendapat bahwa pihak perempuan tidak memiliki kemampuan untuk memelihara anak dengan benar, maka hak asuh anak kemungkinan besar akan dijatuhkan kepada pihak ayah. Kami ingin mengingatkan semua wanita asing untuk memperhatikan hal ini. Indonesia adalah negara Muslim, dan hakim membenci wanita alkoholisme, perjudian, dan merokok. Jika perempuan memiliki kebiasaan buruk yang disebutkan di atas dan laki-laki memiliki bukti dan saksi yang cukup, itu akan menjadi hambatan besar bagi perjuangan kami untuk hak asuh anak.

3. Pembagian Harta Gono-gini.

Pasal 53 UU Perkawinan membagi harta dalam perkawinan menjadi tiga macam, yaitu:
“Harta Bawaan, yaitu harta yang diperoleh suami atau istri dari sebelum perkawinan. Masing – masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melaukan perbuatan hukum mengenai harta benda bawaannya.
Harta masing-masing suami atau istri yang diperoleh melalui warisan atau hadiah dalam perkawinan. Hak terhadap harta benda ini sepenuhnya ada pada masing-masing suami atau istri
Harta Bersama atau Gono-gini, yaitu harta yang diperoleh selama perkawinan.”

Harta gono-gini adalah milik bersama suami istri, meskipun hanya suami atau istri yang bekerja. Mengenai waktu pembentukan harta goni-gini, biasanya ditentukan berdasarkan rasionalitas daripada waktu pembentukan sebenarnya. Pada prinsipnya harta gono-gini harus dibagikan secara adil agar tidak menimbulkan ketidakadilan antara hak suami dan hak istri. Namun, jika salah satu pihak memiliki kesalahan serius dalam perkawinan, atau beban memelihara anak itu berat dan pihak lain tidak mampu membayar tunjangan anak, maka pembagian harta gono-gini akan lebih condong kepada pihak yang tidak bersalah atau pihak yang harus memelihara anak. Bagaimanapun, justice tidak sama dengan fairness.

Perceraian, sebagai akhir perkawinan, tidak hanya menyakiti kedua belah pihak, tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi psikologi anak-anak. Oleh karena itu, siapa pun harus mempertimbangkan dengan cermat sebelum mengambil keputusan perceraian. Tentu saja, jika Anda memilih untuk tetap mempertahankan pernikahan di mana tidak ada kebahagiaan sama sekali demi anak-anak Anda, itu tidak ada artinya, pertengkaran terus-menerus antara suami dan istri hanya akan menyebabkan kerugian terus menerus bagi anak-anak.

Setelah Anda membuat keputusan perceraian, silakan hubungi Queen Law Firm, tidak peduli dilema seperti apa, kami akan menghadapinya bersama dengan Anda.

Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Setahun lebih Pandemi Covid-19 telah berlangsung, sehingga menimbulkan krisis kesehatan maupun krisis ekonomi, dengan adanya Pandemi Covid-19 ini mobilitas semua orang terhambat termasuk dalam penanganan perkara, banyak kendala yang dialami di mulai dari PSBB yang membatasi kita untuk beraktifitas belum lagi banyak pengadilan yang di LOCKDOWN karena bayak Hakim, Panitera, dan para Staf Pengadilan yang terkena Covid-19.

Akan tetapi separah apaun Pandemi yang terjadi di Indonesia, kami selaku Pengacara dan Konsultan Hukum dari QUEEN LAW FIRM akan tetap memberikan layanan terbaik. Sebagai tanggung jawab kami, pada tanggal 28 Januari 2021, kami masih tetap memberikan layanan pendampingan kepada klient kami yang merupakan salah satu Perusahaan Energy besar di China dalam Kasus Wanprestasi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan segala keterbatasan akibat Pandemi ini kami akan melakukan yang baik.

Dan untuk seluruh Klient QUEEN LAW FIRM, kami mohon maaf untuk pelayanan dalam masa Pandemi ini kurang maksimal dan cenderung lebih lama dari pada biasanya berhubung mobilitas kami dibatasi sedangkan kasus yang terjadi semakin meningkat.

Hukuman Penjara = Hukuman untuk Keluarga

Perhatian bagi semua orang yang akan, sedang ataupun yang baru berniat untuk melakukan perbuatan melawan hukum/ kejahatan, anda semua harus ingat keluarga, orang tua, anak dan Istri yang menunggu anda di rumah. Karena jika anda semua berurusan dengan hukum yang mengakibat anda semua masuk penjara yang perlu di ingat yang menanggung hukuman tersebut bukan hanya anda tetapi ada orang tua, anak istri, yang seharusnya menjadi tanggung jawab anda, yang seharusnya anda nafkahi tetapi jika anda masuk lapas malah sebaliknya mereka orang tua, anak istri anda yang menafkahi anda. Bukan karena mereka hidup di luar sudah bisa hidup layak ataupun bermewah-mewah tapi mereka sangat menghawatirkan anda sehingga mereka memotong jatah makanan, mereka memangkas habis keperluan-keperluan rumah tangga, bahkan hingga berhutang agar dapat mengirimi anda makanan dan beberapa kebutuhan anda di dalam lapas.

Kami sebagai Lawyer yang sering mendampingi Klient ke lapas tak jarang kami melihat ibu-ibu yang sudah lanjut usia bahkan untuk jalan saja mereka sudah tertatih-tatih ikut antri untuk membesuk dan mengirimi makanan untuk anaknya yang berada di dalam lapas, adapula seorang ibu dengan anak membawa anak balita duduk termenung dengan wajah yang sedih sedang nenunggu untuk bertemu dengan suaminya, mereka hawatir dan bingung dengan keadaan suaminya, sedangkan anaknya yang polos masih bermain ceria dan tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Apakah anda masih tega untuk melakukan kejahatan walaupun sudah tau apa yang akan terjadi?

Jauhi segala macam tindak pidana atau apapun yang melanggar hukum karena itulah cara yang terbaik untuk menyayangi dan melindungi keluarga anda.

Tentang Kontrak Bisnis

Tujuan Perancangan Kontrak Bisnis

Merumuskan Kontrak yang dapat memberikan daya ikat secara hukum, serta memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang melibatkan diri dalam satu transaksi bisnis/ komersial.

Jenis-jenis transaksi perdagangan menjadi semakin bervariasi dan bersifat transnasional.

Wawasan tentang persoalan-persoalan non hukum menjadi sangat penting, yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu transaksi bisnis serta terpenuhinya harapan-harapan yang sah dari para pihak.

Kontrak Bisnis yang Baik

Perancang Kontrak Bisnis yang baik harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk memiliki commercial awareness atau  pemahaman terhadap sasaran dan tujuan dari suatu transaksi komersial.

Kontrak Bisnis yang baik hanya dapat disusun jika seorang perancang dapat memahami :

  • Memahami Transaksi / commercial awareness;
  • Memahami faktor ekonomi, faktor social & politik dan faktor2 non hukum lainnya;
  • Memahami ketentuan hukum, dan
  • Mampu menuangkan dalam bahasa hukum yang user friendly.

Kesimpulan

Dalam menyusun Kontrak Bisnis, sebagai penyusun kontrak yang baik maka  seseorang paling tidak haruslah  :

Berusaha untuk memahami kepentingan/ kekhasan/ karakteristik dari transaksi bisnis tersebut dan membawanya ke alam pikir hukum untuk kemudian membumikannya Kembali ke dunia bisnis, yakni dalam wujud KONTRAK BISNIS

Dengan kata lain, menerjemahkan kesepakatan bisnis ke dalam Konsep “Hukum Kontrak”

Terinspirasi oleh :  Dr. Bayu Seto Hardjowahono, SH., LL.M & Ignatius Denny Lesmana

Layanan Hukum di New Normal

Pemberitahuan untuk seluruh Klient Queen Law Firm, kami meminta maaf untuk sementara waktu kami hanya melayani Konsultasi ONLINE, dan belum dapat melayani konsultasi secara bertatap muka langsung, dikarenakan adanya pandemic Covid-19 sehingga kami melakukan protocol Kesehatan dengan menjaga jarak (social distancing).

Untuk pelayanan jasa konsultasi seperti kasus Wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum, Sengketa Pajak, Kepailitan, Membuat dan Review Kontrak, Pidana, dll. Masih dapat berjalan secara daring melalui e-mail, WA, dan bila perlu kami dapat melayani konsultasi dengan aplikasi Zoom.

Pelayanan jasa hukum tersebut diatas akan berlaku sejak Tanggal 8 September 2020 sampai dengan pandemic Covid-19 mereda, demikian pemberitahuan ini kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih, tetap jaga Kesehatan anda dan terus menerapkan protocol Kesehatan yang di anjurkan pemerintah.

Perjanjian Pra-nikah dalam Pernikahan Campuran

Banyak klient kami khususnya orang asing yang akan menikah atau sudah menikah dengan orang Indonesia bertanya apakah sebelum menikah mereka harus membuat Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement dan sebenarnya untuk apa Perjanjian Pranikah itu dibuat?

Maka dari itu kami akan membahas terlebih dahulu tentang Perjanian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement, Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement terdapat pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement berisi tentang pemisahan harta benda, untuk orang asing Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement sangat penting terlebih pada benda tidak bergerak seperti tanah, rumah, ruko, rukan, unit apartemen dan yang bersipat properti yang tidak dapat dimiliki oleh orang asing, merujuk pada Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyatakan: “Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang dengan ancaman batal demi hukum.” Dalam asas ini ditegaskan bahwa orang asing tidak dapat memiliki tanah di Indonesia dan hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki tanah di Indonesia. Sedangkan pada saat menikah akan secara otomatis adanya percampuran harta yang terdapat pada Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta Bersama.” Dengan demikian maka segala harta benda yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak akan otomatis menjadi harta benda bersama. Namun, kembali lagi pada Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa orang asing tidak dapat memiliki hak milik atas tanah, sehingga pasangan beda warga negara di Indonesia harus membuat Perjanjian Pra-nikah  atau Prenuptial Agreement untuk memisahkan harta benda mereka khususnya benda tidak bergerak agar suami/istri yang berkewarganegaraan Indonesia dapat membeli harta benda tidak bergerak berupa tanah, rumah, ruko, rukan, unit apartemen dan yang bersipat properti.

Lalu sebaiknya kapan dibuatkan Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement? Perjanjian ini sebaiknya dibuat sebelum pernikahan tersebut dilangsungkan dan didaftarkan pada saat pernikahan tersebut dilakuakan.

Tapi bagaimanakah jika pasangan beda negara sebelum dan sesudah pernikahan belum membuat Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement? Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik -Indonesia Nomor: 69/PUU-XIII/2015, dinyatakan bahwa: “Perjanjian perkawinan dapat dilakukan pada waktu, sebelum dilangsungkan (perkawinan) atau selama dalam ikatan perkawinan dan kedua belah pihak atas persetujuan – bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau Notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap Pihak Ketiga sepanjang Pihak Ketiga tersangkut.” Dan pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974  tentang Perkawinan yang menyatakan: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Oleh karena itu, Perjanjian Pra-nikah (Perjanjian Perkawinan) dapat ditandatangani setelah menikah dan memiliki efek hukum yang sama dengan Perjanjian Pra-nikah yang ditandatangani sebelum menikah.

Anggota Queen Law Firm Mendapatkan “Ijin Kurator dan Pengurus”

Selamat kepada pengacara Irfan Disnizar dari Queen Law Firm yang telah mendapatkan “Ijin Kurator dan Pengurus”.

Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau Orang Perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dgn UUK (Undang-Undang Kepailitan).

Pengurus dalam PKPU adalah Balai Harta Peninggalan dan/atau Orang Perseorangan yang berdomisili di Wilayah Negara Republik Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitor dalam penundaan kewajiban pembayaran utang.