Penulis: Dr. Guan Yue, MH.

Kategori Saksi yang Dilarang Memberikan Kesaksian dalam Perkara Perdata di Indonesia

Dalam sidang perdata, saksi adalah seseorang yang secara langsung melihat, mendengar, atau mengalami suatu peristiwa hukum, di mana keterangannya dapat dijadikan salah satu pertimbangan untuk menyelesaikan perkara. Menurut Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), alat-alat bukti meliputi:

  • Bukti tertulis;
  • Bukti saksi;
  • Persangkaan;
  • Pengakuan;
  • Sumpah.

Namun, tidak semua orang dapat menjadi saksi dalam perkara perdata. Hukum Acara Perdata, khususnya H.I.R (Herzien Inlandsch Reglement) Pasal 145, mengatur larangan tertentu terkait siapa yang dapat menjadi saksi.

Larangan Menjadi Saksi

Pasal 145 H.I.R menyatakan bahwa orang-orang berikut ini tidak dapat menjadi saksi dalam perkara perdata:

  1. Keluarga sedarah dan semenda
    Termasuk anggota keluarga langsung atau keluarga semenda dari pihak-pihak yang bersengketa.
  2. Suami atau istri
    Meskipun sudah bercerai, mantan suami atau istri tidak dapat menjadi saksi terhadap pihak lain.
  3. Anak di bawah umur 15 tahun
    Jika tidak dapat dipastikan bahwa saksi berusia minimal 15 tahun, keterangannya tidak sah.
  4. Orang dengan gangguan jiwa
    Meskipun individu tersebut kadang memiliki ingatan yang jernih, keterangannya tidak dianggap sah sebagai alat bukti.

Pengecualian

Meskipun terdapat larangan, terdapat pengecualian bagi saksi dalam beberapa kasus berikut:

  1. Perselisihan keluarga
    Dalam kasus perselisihan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, atau hak asuh anak, keluarga sedarah atau semenda dapat menjadi saksi.
  2. Perselisihan ketenagakerjaan
    Dalam perkara terkait perjanjian kerja (misalnya, pemutusan hubungan kerja, uang pesangon, atau hak tenaga kerja), larangan ini dapat dikesampingkan.

Hak untuk Menolak Memberikan Kesaksian

Pasal 146 H.I.R memberikan hak kepada individu tertentu untuk menolak memberikan kesaksian, termasuk:

  1. Saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak;
  2. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan. perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak;
  3. Semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.

Hak ini melindungi saksi dari keterpaksaan, menjaga hak dan privasinya.

Konsekuensi Hukum

Jika seseorang yang dilarang menjadi saksi tetap dipanggil dalam sidang, keterangannya tidak memiliki nilai hukum. Mereka dapat hadir di pengadilan tetapi tidak disumpah, sehingga keterangannya tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.

Kesimpulan

Larangan saksi dalam sidang perdata menunjukkan komitmen sistem hukum Indonesia terhadap keadilan dan keabsahan bukti. Dengan mengatur siapa yang dapat atau tidak dapat memberikan kesaksian serta memberikan pengecualian dalam kondisi tertentu, hukum memastikan bahwa bukti yang diajukan di pengadilan dapat dipercaya dan relevan dengan perkara yang sedang diperiksa.

PASAL 25 dalam Sistem Pajak Perusahaan di Indonesia dan Cara Perhitungannya

PPh Pasal 25 adalah salah satu komponen penting dalam sistem pajak penghasilan di Indonesia. Pajak ini memberikan mekanisme bagi wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak secara angsuran bulanan, sehingga meringankan beban pembayaran pajak tahunan dan membantu menjaga stabilitas penerimaan negara. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang PPh Pasal 25, termasuk pengertian, cakupan, serta cara perhitungan pajaknya.


Pengertian PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan merupakan mekanisme pembayaran pajak penghasilan tahunan secara angsuran bulanan. Tujuannya adalah untuk membantu wajib pajak, baik badan usaha maupun perorangan, dalam mengelola kewajiban pajak mereka.

Pajak ini berlaku untuk:

  1. Wajib Pajak Badan (perusahaan atau badan usaha seperti PT, koperasi, dan lainnya).
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi (perorangan yang memiliki penghasilan kena pajak sesuai peraturan).

PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan kewajiban pajak penghasilan tahunan tahun sebelumnya, dikurangi pajak yang telah dibayar atau dipotong melalui mekanisme pajak lain seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, atau PPh Pasal 22.


Cara Menghitung PPh Pasal 25

Perhitungan angsuran bulanan PPh Pasal 25 menggunakan data dari Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan tahun sebelumnya, dengan rumus berikut:

Keterangan:

  • Kewajiban Pajak Tahun Sebelumnya: Total pajak penghasilan yang harus dibayar berdasarkan laporan tahunan (SPT PPh Pasal 29).
  • Kredit Pajak Tahun Sebelumnya: Pajak yang telah dibayarkan atau dipotong melalui mekanisme seperti PPh Pasal 21, 23, atau 22.
  • 12: Jumlah bulan dalam satu tahun, digunakan untuk membagi kewajiban pajak menjadi angsuran bulanan.

Contoh Perhitungan

Misalkan kewajiban pajak tahun 2023 sebuah perusahaan adalah IDR 1.000.000.000, dan perusahaan tersebut telah membayar pajak sebesar IDR 300.000.000 melalui PPh Pasal 21, 23, dan 22. Maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 untuk tahun 2024 adalah:

Jadi, perusahaan tersebut harus membayar IDR 58.333.333 setiap bulan sebagai angsuran PPh Pasal 25 pada tahun 2024.


Proses Pembayaran dan Batas Waktu

Wajib pajak harus membayar PPh Pasal 25 setiap bulan paling lambat tanggal 15, melalui langkah-langkah berikut:

  1. Membuat kode billing menggunakan sistem e-Billing DJP Online.
  2. Melakukan pembayaran di bank yang ditunjuk atau melalui platform pembayaran online.

Keterlambatan dalam pembayaran dapat dikenakan denda sesuai peraturan pajak yang berlaku.


Hubungan dengan Pajak Lain

PPh Pasal 25 merupakan pembayaran awal untuk pajak penghasilan tahunan yang dihitung pada PPh Pasal 29. Jika jumlah pajak yang telah dibayar melalui PPh Pasal 25 lebih besar dari kewajiban pajak tahunan, maka wajib pajak dapat mengajukan pengembalian (restitusi). Sebaliknya, jika pajak yang dibayar kurang, wajib pajak harus melunasi kekurangan tersebut pada saat pelaporan pajak tahunan.


Kesimpulan

PPh Pasal 25 adalah bagian penting dari sistem perpajakan di Indonesia yang membantu wajib pajak mengelola beban pajak mereka secara efektif. Dengan perhitungan dan pembayaran yang tepat waktu, wajib pajak dapat mematuhi peraturan, menghindari denda, serta mendukung keberlanjutan penerimaan negara. Perusahaan dan individu yang menjadi subjek pajak ini perlu memastikan bahwa data pajak tahun sebelumnya digunakan secara akurat untuk perhitungan kewajiban PPh Pasal 25.

Eni Oktaviani dan Dr. Guan Yue Dianugerahi “Indonesia Most Trusted Lawyer Award 2024”

Pada acara penghargaan pada tanggal 5 Juli 2024, pengacara Eni Oktaviani, SH., MH, CLA, dan Dr. Guan Yue, MH. dari Queen Law Firm dianugerahi “Indonesia Most Trusted Lawyer Award 2024” yang bergengsi. Pengakuan ini tidak hanya mengakui pencapaian luar biasa mereka di bidang hukum tetapi juga menegaskan diskusi mendalam dan kontribusi mereka terhadap kepercayaan, hukum, dan keadilan.

Selama acara penghargaan, Dr. Guan Yue menyampaikan pidato yang menggugah pikiran berjudul “Bagaimana Kepercayaan, Hukum, dan Keadilan Harus Saling Mendukung”. Dr. Guan Yue mendalami pentingnya kepercayaan dalam sistem hukum dan bagaimana hukum dan keadilan merupakan konsep yang saling bergantung dan saling memperkuat. Pidato Dr. Guan Yue tidak hanya memikat hadirin tetapi juga memicu refleksi mendalam tentang etika hukum, keadilan sosial, dan kemajuan supremasi hukum.

Sebagai anggota Queen Law Firm, Eni Oktaviani dan Dr. Guan Yue telah menunjukkan profesionalisme yang luar biasa dan semangat terhadap profesi hukum. Mereka tidak hanya menunjukkan keterampilan hukum yang unggul dalam menangani kasus, tetapi juga berkontribusi dalam memajukan keadilan peradilan dan kemajuan supremasi hukum melalui partisipasi aktif dalam kegiatan kesejahteraan sosial dan kerja advokasi hukum.

Pemberian “Indonesia Most Trusted Lawyer Award 2024” tidak hanya mengakui pencapaian pribadi Eni Oktaviani dan Dr. Guan Yue tetapi juga mengakui nilai-nilai yang mereka wakili dan dedikasi mereka terhadap profesi hukum. Usaha dan dedikasi mereka akan terus menginspirasi lebih banyak praktisi hukum untuk bekerja menuju pembentukan masyarakat yang lebih adil, transparan, dan berdasarkan hukum.

Di jalan ke depan, Eni Oktaviani dan Dr. Guan Yue akan terus memimpin komunitas hukum Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dengan keyakinan luhur dan semangat profesional mereka, memberikan perlindungan hukum yang kuat dan dukungan bagi setiap orang yang mencari keadilan. Prestasi mereka akan dicatat dalam sejarah, menjadi panutan bagi praktisi hukum dan masyarakat luas untuk belajar dan meneladani.

Membawa Keadilan ke Era Digital: Transformasi Sistem E-Court di Indonesia

Indonesia, sebagai negara yang terus berkembang, tidak hanya melihat inovasi teknologi sebagai alat untuk kemajuan ekonomi dan sosial, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan sistem peradilan. Dalam upaya untuk memberikan akses yang lebih mudah, cepat, dan transparan terhadap keadilan, Indonesia telah meluncurkan sistem E-Court yang bertujuan untuk mengubah lanskap peradilan negara ini.

Apa Itu Sistem E-Court?

E-Court adalah layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online, Pembayaran secara online, Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan Persidangan yang dilakukan secara Elektronik..

Manfaat Sistem E-Court

  1. Aksesibilitas yang Lebih Baik: Salah satu manfaat utama dari sistem E-Court adalah memberikan akses keadilan yang lebih mudah kepada masyarakat. Dengan kemampuan untuk mengajukan dokumen dan memantau perkembangan kasus secara online, individu tidak perlu lagi datang ke pengadilan secara fisik, menghemat waktu dan biaya perjalanan.
  2. Proses yang Lebih Cepat: Dengan menghilangkan kebutuhan akan penanganan manual dokumen dan proses administratif lainnya, sistem E-Court membantu mempercepat proses peradilan. Ini dapat mengurangi backlog kasus dan memastikan bahwa keputusan pengadilan dapat dicapai dengan lebih cepat.
  3. Efisiensi dan Transparansi: Dengan semua dokumen yang tersedia secara online, baik pihak yang terlibat dalam kasus maupun publik dapat mengakses informasi dengan lebih mudah. Ini meningkatkan transparansi sistem peradilan dan memungkinkan pemantauan yang lebih baik atas proses hukum.
  4. Keamanan Data: Sistem E-Court didesain dengan standar keamanan tinggi untuk melindungi data sensitif yang terkait dengan kasus hukum. Dengan enkripsi data yang kuat dan kontrol akses yang ketat, sistem ini memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap potensi pelanggaran keamanan.

Tantangan dan Pengembangan Masa Depan

Meskipun sistem E-Court menawarkan banyak manfaat, implementasinya tidaklah tanpa tantangan. Beberapa tantangan yang dihadapi termasuk masalah infrastruktur teknologi yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia, kebutuhan akan pelatihan staf pengadilan tentang penggunaan teknologi, serta perlunya memastikan bahwa aksesibilitas terhadap sistem ini tidak diskriminatif terhadap individu yang mungkin tidak memiliki akses ke internet.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu terus mengembangkan sistem E-Court dengan mengalokasikan sumber daya yang cukup, menyediakan pelatihan yang memadai, dan memastikan bahwa infrastruktur teknologi tersedia secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Pengembangan masa depan sistem E-Court juga harus memperhatikan aspek-aspek seperti integrasi dengan sistem peradilan internasional, penggunaan kecerdasan buatan untuk analisis data hukum, dan pengembangan aplikasi mobile untuk meningkatkan aksesibilitas.

Kesimpulan

Sistem E-Court adalah langkah maju yang penting dalam memodernisasi sistem peradilan Indonesia. Dengan menyediakan aksesibilitas yang lebih baik, mempercepat proses peradilan, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan transparansi, E-Court membawa harapan untuk membawa keadilan yang lebih baik ke semua lapisan masyarakat. Namun, untuk mencapai potensinya yang penuh, perlu kerja keras berkelanjutan dari semua pihak terkait untuk mengatasi tantangan dan terus mengembangkan sistem ini menuju masa depan yang lebih inklusif dan efektif.

“Gugatan Perdata” atau “Pelaporan Pidana”?

Di Indonesia, gugatan perdata dan pelaporan pidana adalah dua metode utama untuk menyelesaikan sengketa hukum. Meskipun keduanya merupakan bagian integral dari sistem peradilan, namun keduanya memiliki perbedaan yang jelas dan ruang lingkup penggunaan yang berbeda dalam praktiknya. Artikel ini akan menjelaskan perbandingan antara penggunaan gugatan perdata dan pelaporan pidana untuk menyelesaikan sengketa hukum di Indonesia, termasuk prosedur, tujuan, dan dampaknya.

Gugatan Perdata

Gugatan perdata merujuk pada sengketa antara individu atau entitas yang melibatkan kontrak, hak milik, klaim ganti rugi, dan sebagainya. Di Indonesia, prosedur gugatan perdata cenderung formal, biasanya memerlukan pihak-pihak yang bersengketa untuk mengontrak pengacara untuk mewakili mereka. Berikut adalah prosedur umum gugatan perdata:

  1. Pengajuan Gugatan: Penggugat mengajukan permohonan ke pengadilan, menyatakan tuntutannya dan dasar hukumnya.
  2. Pembelaan: Tergugat memberikan tanggapan dalam batas waktu yang ditentukan, menyatakan posisinya dan alasan pembelaannya.
  3. Pertukaran Bukti: Kedua belah pihak bertukar bukti, dan kemudian menyajikan kesaksian saksi di pengadilan untuk mendukung tuntutan mereka.
  4. Persidangan: Pengadilan mengadakan persidangan, mendengarkan argumen, bukti, dan debat dari kedua belah pihak, dan akhirnya membuat keputusan.

Pelaporan Pidana

Pelaporan pidana melibatkan tindakan yang melanggar hukum pidana seperti pencurian, penganiayaan, penipuan, dan sebagainya. Di Indonesia, proses pelaporan pidana diawasi oleh kepolisian dan jaksa, biasanya tanpa keterlibatan langsung korban tetapi diwakili oleh lembaga publik. Berikut adalah prosedur umum pelaporan pidana:

  1. Pelaporan: Korban melaporkan kejadian ke polisi, memberikan bukti yang relevan dan kesaksiannya.
  2. Penyelidikan: Kepolisian melakukan penyelidikan, mengumpulkan bukti, dan mengambil tindakan yang diperlukan seperti penangkapan tersangka.
  3. Penuntutan: Berdasarkan hasil penyelidikan, jaksa memutuskan apakah akan menuntut tersangka di pengadilan atau tidak.
  4. Persidangan: Pengadilan mengadakan persidangan, mendengarkan bukti dan argumen dari kedua belah pihak, dan akhirnya membuat keputusan.

Analisis Perbandingan

  1. Tujuan: Gugatan perdata bertujuan untuk mengembalikan hak korban dan mengganti kerugian melalui kompensasi ekonomi atau tindakan perdata lainnya. Sedangkan pelaporan pidana bertujuan untuk menghukum perilaku kriminal, menjaga ketertiban sosial, dan kepentingan umum.
  2. Standar Bukti: Dalam gugatan perdata, standar bukti biasanya adalah “keseimbangan probabilitas”, di mana keputusan didasarkan pada kepercayaan terhadap bukti yang lebih kuat. Sedangkan dalam pelaporan pidana, standar bukti mengharuskan bukti yang pasti, tanpa keraguan yang wajar, membuktikan kesalahan terdakwa.
  3. Pihak yang Terlibat: Gugatan perdata melibatkan sengketa antara pihak-pihak swasta dan memerlukan partisipasi aktif dan biaya pengacara dari pihak yang bersengketa. Di sisi lain, pelaporan pidana ditangani oleh institusi publik seperti polisi dan jaksa, dengan keterlibatan minimal dari korban.
  4. Dampak Putusan: Putusan dalam gugatan perdata umumnya berupa kompensasi ekonomi atau perintah perdata lainnya, tanpa melibatkan pembatasan kebebasan terdakwa. Sedangkan putusan dalam pelaporan pidana dapat menghasilkan vonis bersalah dan menghadapi hukuman penjara, denda, atau sanksi lainnya bagi terdakwa.

Kesimpulan

Gugatan perdata dan pelaporan pidana adalah dua cara umum untuk menyelesaikan sengketa hukum di Indonesia, masing-masing dengan prosedur, tujuan, dan dampak yang berbeda. Pilihan antara keduanya tergantung pada keadaan spesifik seperti sifat sengketa, tingkat kerusakan, dan keinginan pihak-pihak yang bersengketa. Namun, institusi peradilan di Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa hukum secara adil dan efektif, untuk menjaga hak-hak warga dan memelihara ketertiban sosial.

Tim Queen Law Firm Indonesia Berkunjung ke Tiongkok, Membuka Babak Baru Kerjasama Hukum China-Indonesia

Dalam beberapa hari terakhir, dua pengacara terkemuka dari Queen Law Firm Indonesia, Dr. Guan Yue dan Eni Oktaviani, SH., MH., CLA, memulai misi hukum penting ke Kunming, Tiongkok. Bersamaan dengan itu, mereka mengadakan pertemuan yang produktif dengan Pengacara Lin Yi dari Kantor Hukum Shanghai Landing (Kunming).

Dr. Guan Yue menyatakan, “Perjalanan ini tidak hanya untuk menangani kasus, tetapi juga untuk memperkuat kerjasama hukum antara Tiongkok dan Indonesia. Diskusi dengan Pengacara Lin Yi akan memberikan wawasan hukum berharga, meningkatkan kemampuan kami untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam penyelesaian kasus.”

Eni Oktaviani menambahkan, “Kunming adalah kota yang penuh dengan energi, dan kami berharap dapat memahami lebih dalam tentang lingkungan hukum Tiongkok. Melalui kolaborasi dengan Pengacara Lin Yi, kami bertujuan untuk menemukan solusi hukum bersama.”

Selama pertemuan dengan Pengacara Lin Yi dari Kantor Hukum Shanghai Landing (Kunming), kedua belah pihak mendalami sistem hukum masing-masing, pengalaman kasus, dan peluang kerjasama potensial. Kolaborasi ini tidak hanya berjanji untuk memberikan dukungan hukum tambahan untuk kasus-kasus saat ini, tetapi juga memperkuat jembatan yang lebih kuat untuk kerjasama hukum antara Tiongkok dan Indonesia.

Inisiatif ini dalam menangani kasus di Tiongkok menunjukkan peran proaktif Queen Law Firm di panggung hukum internasional, menyuntikkan vitalitas baru ke dalam kerjasama hukum Tiongkok-Indonesia. Kami berharap bahwa kedua belah pihak akan bersama-sama mendorong inovasi dan pengembangan dalam urusan hukum melalui kerjasama di masa depan.

Anggota Queen Law Firm Menuju Provinsi Maluku Utara untuk Menangani Kasus Besar

Hari ini, tim dari Queen Law Firm menuju Kawasan Pertambangan Nikel dan Pabrik Industri di  Hamaheira Tengah Maluku Utara – Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), untuk memberikan bantuan hukum dalam beberapa kasus penting. Sebagai salah satu tim pengacara terkemuka di Indonesia, mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan tantangan hukum yang sedang dihadapi di daerah tersebut.

Queen Law Firm adalah sebuah firma hukum yang terkemuka di Indonesia, dikenal dengan layanan hukum profesional dan komitmennya terhadap klien. Dalam tugas kali ini, mereka akan menghadapi berbagai jenis kasus, termasuk sengketa utang, sengketa lahan, dan hak-hak buruh. Tindakan ini menegaskan komitmen Queen Law Firm untuk memberikan dukungan hukum di seluruh Indonesia.

Provinsi Maluku Utara adalah daerah industri penting di Indonesia, dengan sumber daya tambang nikel yang menjadi perhatian global. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan industri di daerah ini, muncul sejumlah tantangan hukum terkait utang piutang, penggunaan lahan, dan hak-hak buruh. Kedatangan Queen Law Firm membawa harapan bagi daerah ini, sambil mengingatkan industri akan pentingnya kepatuhan hukum.

Anggota Queen Law Firm akan bekerja sama dengan departemen pemerintah terkait dan perusahaan di Weda Bay Industrial Park, berupaya menyelesaikan sengketa hukum saat ini, dan mendorong pembangunan kerangka hukum yang berkelanjutan di daerah tersebut.

Eni Oktaviani, SH., MH., CLA., seorang pengacara dari Queen Law Firm, menyatakan bahwa mereka akan bekerja sama secara aktif dengan lembaga peradilan dan masyarakat setempat, berupaya mencari solusi, memastikan pelaksanaan prosedur peradilan yang adil, dan menciptakan lingkungan hukum yang adil dan aman bagi semua pihak terkait. Tindakan ini akan lebih memperkuat posisi Queen Law Firm di lingkungan hukum Indonesia, sambil memberikan pengalaman berharga untuk tantangan serupa di masa depan.

Perspektif Multidimensi Keadilan: Mengejar Prinsip Keadilan Abadi

Keadilan, konsep abstrak dan mendalam ini, melintasi sejarah dan proses sosial manusia. Dari zaman kuno hingga sekarang, orang terus mendiskusikan hakikat keadilan, tetapi sering kali terjebak dalam perdebatan antara berbagai gagasan dan pandangan. Keadilan bukanlah konsep tunggal, ia adalah lukisan multi-dimensi yang mencakup banyak nilai dan makna. Dalam artikel ini, kami akan mencoba memahami keadilan dari berbagai sudut pandang dan menyelidiki hukum keadilan yang abadi.

1. Dimensi Individu Keadilan

Pada tingkat individu, keadilan melibatkan penghormatan, kesetaraan, dan martabat seseorang. Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan setara, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, atau status sosial. Pada tingkat ini, keadilan terkait erat dengan hak asasi manusia, di mana orang berusaha untuk nilai-nilai kemanusiaan dasar dan berharap mendapatkan penghargaan dan kebebasan di masyarakat.

2. Dimensi Sosial Keadilan

Pada tingkat sosial, keadilan memperhatikan kesetaraan dan harmoni dalam masyarakat secara keseluruhan. Keadilan sosial menuntut distribusi sumber daya yang adil, sehingga setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan mengaktualisasikan potensi mereka. Pengurangan kesenjangan ekonomi, distribusi pendidikan dan fasilitas kesehatan yang merata, serta efisiensi pelayanan publik, semuanya menjadi kunci untuk mencapai keadilan sosial. Keadilan di sini bukan hanya permintaan moral, tetapi juga menjadi dasar dari stabilitas dan kemakmuran sosial.

3. Dimensi Hukum Keadilan

Hukum adalah salah satu bentuk penting dari keadilan. Melalui hukum, masyarakat dapat menghukum tindakan yang tidak adil, melindungi hak-hak warga negara, dan menjaga ketertiban sosial. Namun, hukum itu sendiri juga harus terus diawasi dan ditingkatkan, untuk memastikan kesesuaiannya dengan nilai-nilai moral. Keadilan memerlukan dukungan hukum, tetapi juga hukum yang baik harus mencerminkan nilai-nilai keadilan, bukan menjadi alat kekuasaan semata.

4. Dimensi Global Keadilan

Seiring dengan perkembangan globalisasi, pandangan keadilan juga meluas ke tingkat global. Keadilan global menyerukan kerja sama dan konsensus melintasi batas negara, mengutamakan perkembangan wilayah miskin, perubahan iklim dan perlindungan lingkungan, serta perhatian kemanusiaan bagi para pengungsi dan imigran. Pada tingkat ini, setiap negara harus melampaui egoisme dan bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan manusia secara keseluruhan.

5. Dimensi Waktu Keadilan

Keadilan juga memiliki dimensi waktu. Ketidakadilan dan prasangka di masa lalu mungkin perlu dihadapi, termasuk ganti rugi sejarah dan penyelidikan kebenaran. Pada saat yang sama, pilihan keadilan saat ini juga akan mempengaruhi masa depan. Kita harus menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis bagi generasi mendatang, ini adalah tanggung jawab dan imbalan bagi masa lalu dan sekarang.

6. Dimensi Budaya Keadilan yang Beragam

Keadilan bukanlah universal, berbagai budaya dan tradisi memiliki interpretasi yang berbeda tentang keadilan. Menghormati keberagaman budaya, memahami kontribusinya terhadap keadilan yang unik, adalah kunci untuk mencapai keadilan global. Dialog dan inklusi antar budaya akan membantu menghilangkan kesalahpahaman dan prasangka, dan mencapai pandangan keadilan yang adil lintas budaya.

7. Pengejaran yang Berkelanjutan

Meskipun keadilan adalah tujuan yang ideal, bukan berarti itu tidak dapat dicapai. Pengejaran keadilan adalah isu abadi manusia, yang memerlukan usaha yang berkelanjutan dari setiap generasi. Dalam proses ini, mungkin kita tidak akan pernah mencapai keadilan yang sempurna, tetapi usaha tak kenal lelah kita akan semakin mendekatinya dalam perjalanan ini.

Kesimpulan

Keadilan adalah konsep yang rumit, mencakup banyak makna dan pengejaran pada berbagai tingkatan. Pada dimensi individu, sosial, hukum, global, waktu, dan budaya, kita berusaha untuk mencapai kesetaraan, kesetaraan, penghargaan, dan harmoni. Keadilan bukanlah sesuatu yang tetap, tetapi harus terus berkembang dan diperbaiki seiring dengan perkembangan zaman. Hanya dengan terus menerus mengejar keadilan, kita dapat menemukan cara hidup yang lebih adil dan harmonis dalam dunia yang beragam dan kompleks ini.

Queen Law Firm Meraih Penghargaan “INDONESIA BEST PERFORMANCING LAWYER WINNER 2023”

Pada tanggal 12 Mei 2023, Eni Oktaviani, SH., MH. dan Dr. Guan Yue dari Queen Law Firm menerima penghargaan “INDONESIA BEST PERFORMANCING LAWYER WINNER 2023” dalam sebuah acara penghargaan. Penghargaan ini mengakui keunggulan kinerja mereka dalam dunia hukum di Indonesia.

Dalam acara tersebut, Eni Oktaviani, SH., MH. mengucapkan terima kasih kepada lembaga pemerintah, rekan kerja, dan klien atas dukungan mereka selama ini. Dia mengatakan bahwa penghargaan ini adalah pengakuan atas pelayanan hukum berkualitas tinggi yang Queen Law Firm dan timnya berikan kepada klien selama bertahun-tahun. Beliau berkata, “Kami berkomitmen untuk memberikan solusi terbaik bagi klien kami, dan bekerja sama dengan mereka untuk memahami kebutuhan para klien. Penghargaan ini adalah milik seluruh orang dan karyawan di Queen Law Firm.”

Dr. Guan Yue dalam pidatonya berbagi pemahamannya dan semangatnya tentang profesi hukum. Beliau berkata, “Sebagai seorang pengacara, tugas kita adalah mencari keadilan bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan kita. Ini adalah inti dari profesi kita. Kita harus selalu mempertimbangkan masalah dari sudut pandang klien dan memberikan pelayanan hukum terbaik bagi mereka. Ini adalah jalan yang penuh dengan tantangan dan kesempatan, namun asalkan kita tetap bersemangat dan gigih, kita akan berhasil.”

Penghargaan ini menunjukkan keunggulan kinerja dan kepemimpinan Eni Oktaviani dan Dr. Guan Yue di dunia hukum, dan juga mengakui posisi kepemimpinan Queen Law Firm di dunia hukum di Indonesia. Pengalaman sukses mereka akan menginspirasi lebih banyak pengacara muda untuk bergerak maju dalam bidang profesionalisme dan melayani klien, dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi profesi hukum di Indonesia.

Dr. Guan dari Queen Law Firm Diwawancarai oleh Universitas Johns Hopkins

Pada tanggal 22 Maret 2023, sebuah tim peneliti dari Universitas John Hopkins melakukan wawancara dengan Dr. Guan dari Queen Law Firm tentang efisiensi yurisdiksi di Indonesia.

Dalam wawancara tersebut, Dr. Guan mengungkapkan beberapa masalah yang ada dalam sistem yurisdiksi Indonesia, seperti penanganan kasus yang terlalu lambat, kurangnya transparansi dan prediktabilitas, serta ketidakmerataan tingkat keahlian hakim. Masalah-masalah tersebut menyebabkan proses yurisdiksi yang tidak efisien dan tidak adil, berdampak negatif terhadap lingkungan bisnis dan investasi di Indonesia.

Namun, Dr. Guan juga menyebutkan beberapa perubahan positif. Pemerintah Indonesia telah mulai mengambil tindakan untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan yurisdiksi, seperti menerapkan sistem litigasi elektronik, meningkatkan pelatihan hakim dan pegawai hukum, serta membangun sistem yurisdiksi yang lebih transparan dan prediktabil. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperbaiki lingkungan hukum dan citra yurisdiksi di Indonesia, meningkatkan kepercayaan bisnis, dan menarik lebih banyak investasi asing.

Dr. Guan juga menyatakan bahwa meskipun masih banyak tantangan dalam sistem yurisdiksi Indonesia, ia optimis terhadap masa depan, dan mengimbau pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk bekerja sama mendorong reformasi dan modernisasi sistem yurisdiksi Indonesia, untuk mencapai proses yurisdiksi yang lebih adil dan efisien.