Penulis: Irfan Disnizar, SH.

Queen Law Firm Memenangkan Kasus Lagi

Dalam kasus sengketa tanah yang disidangkan di Pengadilan Negeri Cianjur pada tanggal 29 September 2021, Queen Law Firm menjalankan misinya dan tidak menyia-nyiakan upaya untuk melindungi kepentingan kliennya, dan seperti biasa meraih kemenangan akhir.

Memenangkan kasus secara terus-menerus adalah hadiah terbaik yang dapat diberikan oleh Queen Law Firm kepada kliennya.

Permasalahan Sengketa Tanah, Pencegahan Dan Penyelesaiannya

Kasus sengketa tanah yang masuk kepada Queen Law Firm sangat banyak jumlahnya, dengan karakteristik kasus berbeda-beda, walaupun banyak kasus yang serupa akan tetapi tidak sama, berikut beberapa permasalan yang sering kami jumpai:

  1. Kurang tertibnya Administrasi Pertanahan di Indonesia, yang sering kami jumpai adalah satu tanah memiliki sertifikat ganda dengan pemilik yang berbeda;
  2. Terdapat beberapa Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat, kurang cermat dalam menjalankan tugasnya, dalam beberapa kasus Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat, dalam membuat akta jual beli terhadap suatu objek tanah mereka tidak mengecek terlebih dahulu status tanah di BPN sehingga beberapa kasus saat jual beli telah terjadi dan akan mendaftarkan peralihan hak atas tanah ke BPN tidak dapat dialihkan haknya di kerenakan tanah tersebut dalam keadaan sengketa;
  3. Terdapat data tanah yang keliru, baik dalam luas, batas-batas, maupun tupang tindihnya hak yang satu dengan yang lainnya;
  4. Masalah kepemilikan tanah waris antara orang perseorangan baik dalam pembagian hak atas tanah maupun penjualan hak atas tanah yang belum di pecah sertifikatnya;
  5. Peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertical, demikian juga substansi yang diatur;
  6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah baik di Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga sebuah kasus Sengketa Tanah dapat mengabiskan waktu bertahun-tahun, walaupun pemerintah telah mengatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Mahkamah Agung RI mengatur supaya peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, akan tetapi dalam kenyataanya belum dapat terlealisasikan;
  7. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan, contohnya di Daerah-daerah pelosok yang belum berkembang sengketa tanah di seleaikan oleh kepala adat, kepala suku, kepala kampung atau kepala marga.

Untuk menghindari masalah-masalah sengketa di atas dalam hal jual-beli atas tanah, baiknya setiap orang memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Mencari asal-usul tanah, yang biasanya didapatkan di Kelurahan/Desa yang di namakan Letter C Desa yang berisikan tentang kepemilikan tanah terdahulu sampai dengan yang terakhir;
  2. Mengecek Sertifikat kepemilikan hak atas tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk mengecek siapa pemiliknya, apakah ada hak tanggungan yang di bebankan ataupun mengecek apakah sertifikat tersebut masih dalam keadaan sengketa atau tidak;
  3. Membuat Akta Jual-Beli pada Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) / Camat yang berkompeten dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.

Akan tetapi jika sengketa tanah ini terlanjur terjadi penyelesaian sengketa tanah dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri (PN), dapat juga melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan tidak jarang penyelesaian sengketa tanah merambah ke wilayah hukum pidana karena dalam sengketa tersebut terkandung unsur-unsur pidana.

 

 

 

 

Hukuman Penjara = Hukuman untuk Keluarga

Perhatian bagi semua orang yang akan, sedang ataupun yang baru berniat untuk melakukan perbuatan melawan hukum/ kejahatan, anda semua harus ingat keluarga, orang tua, anak dan Istri yang menunggu anda di rumah. Karena jika anda semua berurusan dengan hukum yang mengakibat anda semua masuk penjara yang perlu di ingat yang menanggung hukuman tersebut bukan hanya anda tetapi ada orang tua, anak istri, yang seharusnya menjadi tanggung jawab anda, yang seharusnya anda nafkahi tetapi jika anda masuk lapas malah sebaliknya mereka orang tua, anak istri anda yang menafkahi anda. Bukan karena mereka hidup di luar sudah bisa hidup layak ataupun bermewah-mewah tapi mereka sangat menghawatirkan anda sehingga mereka memotong jatah makanan, mereka memangkas habis keperluan-keperluan rumah tangga, bahkan hingga berhutang agar dapat mengirimi anda makanan dan beberapa kebutuhan anda di dalam lapas.

Kami sebagai Lawyer yang sering mendampingi Klient ke lapas tak jarang kami melihat ibu-ibu yang sudah lanjut usia bahkan untuk jalan saja mereka sudah tertatih-tatih ikut antri untuk membesuk dan mengirimi makanan untuk anaknya yang berada di dalam lapas, adapula seorang ibu dengan anak membawa anak balita duduk termenung dengan wajah yang sedih sedang nenunggu untuk bertemu dengan suaminya, mereka hawatir dan bingung dengan keadaan suaminya, sedangkan anaknya yang polos masih bermain ceria dan tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Apakah anda masih tega untuk melakukan kejahatan walaupun sudah tau apa yang akan terjadi?

Jauhi segala macam tindak pidana atau apapun yang melanggar hukum karena itulah cara yang terbaik untuk menyayangi dan melindungi keluarga anda.

Perjanjian Pra-nikah dalam Pernikahan Campuran

Banyak klient kami khususnya orang asing yang akan menikah atau sudah menikah dengan orang Indonesia bertanya apakah sebelum menikah mereka harus membuat Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement dan sebenarnya untuk apa Perjanjian Pranikah itu dibuat?

Maka dari itu kami akan membahas terlebih dahulu tentang Perjanian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement, Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement terdapat pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement berisi tentang pemisahan harta benda, untuk orang asing Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement sangat penting terlebih pada benda tidak bergerak seperti tanah, rumah, ruko, rukan, unit apartemen dan yang bersipat properti yang tidak dapat dimiliki oleh orang asing, merujuk pada Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyatakan: “Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang dengan ancaman batal demi hukum.” Dalam asas ini ditegaskan bahwa orang asing tidak dapat memiliki tanah di Indonesia dan hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki tanah di Indonesia. Sedangkan pada saat menikah akan secara otomatis adanya percampuran harta yang terdapat pada Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta Bersama.” Dengan demikian maka segala harta benda yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak akan otomatis menjadi harta benda bersama. Namun, kembali lagi pada Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa orang asing tidak dapat memiliki hak milik atas tanah, sehingga pasangan beda warga negara di Indonesia harus membuat Perjanjian Pra-nikah  atau Prenuptial Agreement untuk memisahkan harta benda mereka khususnya benda tidak bergerak agar suami/istri yang berkewarganegaraan Indonesia dapat membeli harta benda tidak bergerak berupa tanah, rumah, ruko, rukan, unit apartemen dan yang bersipat properti.

Lalu sebaiknya kapan dibuatkan Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement? Perjanjian ini sebaiknya dibuat sebelum pernikahan tersebut dilangsungkan dan didaftarkan pada saat pernikahan tersebut dilakuakan.

Tapi bagaimanakah jika pasangan beda negara sebelum dan sesudah pernikahan belum membuat Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement? Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik -Indonesia Nomor: 69/PUU-XIII/2015, dinyatakan bahwa: “Perjanjian perkawinan dapat dilakukan pada waktu, sebelum dilangsungkan (perkawinan) atau selama dalam ikatan perkawinan dan kedua belah pihak atas persetujuan – bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau Notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap Pihak Ketiga sepanjang Pihak Ketiga tersangkut.” Dan pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974  tentang Perkawinan yang menyatakan: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Oleh karena itu, Perjanjian Pra-nikah (Perjanjian Perkawinan) dapat ditandatangani setelah menikah dan memiliki efek hukum yang sama dengan Perjanjian Pra-nikah yang ditandatangani sebelum menikah.