Kategori Saksi yang Dilarang Memberikan Kesaksian dalam Perkara Perdata di Indonesia

Dalam sidang perdata, saksi adalah seseorang yang secara langsung melihat, mendengar, atau mengalami suatu peristiwa hukum, di mana keterangannya dapat dijadikan salah satu pertimbangan untuk menyelesaikan perkara. Menurut Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), alat-alat bukti meliputi:

  • Bukti tertulis;
  • Bukti saksi;
  • Persangkaan;
  • Pengakuan;
  • Sumpah.

Namun, tidak semua orang dapat menjadi saksi dalam perkara perdata. Hukum Acara Perdata, khususnya H.I.R (Herzien Inlandsch Reglement) Pasal 145, mengatur larangan tertentu terkait siapa yang dapat menjadi saksi.

Larangan Menjadi Saksi

Pasal 145 H.I.R menyatakan bahwa orang-orang berikut ini tidak dapat menjadi saksi dalam perkara perdata:

  1. Keluarga sedarah dan semenda
    Termasuk anggota keluarga langsung atau keluarga semenda dari pihak-pihak yang bersengketa.
  2. Suami atau istri
    Meskipun sudah bercerai, mantan suami atau istri tidak dapat menjadi saksi terhadap pihak lain.
  3. Anak di bawah umur 15 tahun
    Jika tidak dapat dipastikan bahwa saksi berusia minimal 15 tahun, keterangannya tidak sah.
  4. Orang dengan gangguan jiwa
    Meskipun individu tersebut kadang memiliki ingatan yang jernih, keterangannya tidak dianggap sah sebagai alat bukti.

Pengecualian

Meskipun terdapat larangan, terdapat pengecualian bagi saksi dalam beberapa kasus berikut:

  1. Perselisihan keluarga
    Dalam kasus perselisihan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, atau hak asuh anak, keluarga sedarah atau semenda dapat menjadi saksi.
  2. Perselisihan ketenagakerjaan
    Dalam perkara terkait perjanjian kerja (misalnya, pemutusan hubungan kerja, uang pesangon, atau hak tenaga kerja), larangan ini dapat dikesampingkan.

Hak untuk Menolak Memberikan Kesaksian

Pasal 146 H.I.R memberikan hak kepada individu tertentu untuk menolak memberikan kesaksian, termasuk:

  1. Saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak;
  2. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan. perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak;
  3. Semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.

Hak ini melindungi saksi dari keterpaksaan, menjaga hak dan privasinya.

Konsekuensi Hukum

Jika seseorang yang dilarang menjadi saksi tetap dipanggil dalam sidang, keterangannya tidak memiliki nilai hukum. Mereka dapat hadir di pengadilan tetapi tidak disumpah, sehingga keterangannya tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.

Kesimpulan

Larangan saksi dalam sidang perdata menunjukkan komitmen sistem hukum Indonesia terhadap keadilan dan keabsahan bukti. Dengan mengatur siapa yang dapat atau tidak dapat memberikan kesaksian serta memberikan pengecualian dalam kondisi tertentu, hukum memastikan bahwa bukti yang diajukan di pengadilan dapat dipercaya dan relevan dengan perkara yang sedang diperiksa.