Prof Sunaryati Hartono pernah bilang: Indonesia harus menjalankan hukum jika mau maju.
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani baru-baru ini menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berasal dari hutang, tetapi dari investasi oleh perusahaan swasta asing. Mengandalkan investasi, ia yakin bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7%. Untuk menarik lebih banyak investasi asing, pemerintah harus merumuskan langkah-langkah fasilitasi di bidang keuangan, salah satunya adalah menderegulasi investasi dan mengesahkan Omnibus Law, seperti penerapan pemotongan pajak dan kebijakan insentif, untuk menarik sejumlah besar investasi asing. Jadi terlepas dari peraturan perpajakan e-commerce, tujuannya adalah untuk menarik investasi asing dan mempromosikan pembangunan ekonomi.
Pasal 14 Omnibus Law Perpajakan dengan jelas menetapkan bahwa tindakan tegas akan diambil pada semua pedagang yang berpartisipasi dalam kegiatan komersial dalam bentuk e-commerce. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan berencana untuk mengenakan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) pada pelaku usaha e-commerce.
Sebagaimana Pasal 14 ayat 1 huruf a menyebutkan bahwa akan dipungut PPh atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh subjek pajak dalam negeri (SPDN).
Sementara, untuk PPN atau pajak konsumen akan dipungut langsung oleh pelaku PMSE dalam negeri. “Pengenaan PPN atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, serta pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari dalam daerah pabean melalui PMSE yang dilakukan oleh SPDN,” dalam Pasal 14 ayat 1 huruf b.
Pengenaan PPh atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh SPDN akan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud UU PPh. PPN atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh SPDN akan mengikuti ketentuan UU PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM).
Sesuai dengan “e-Conomy SEA 2019 report”, Pada 2025 Indonesia diperkirakan akan memiliki jumlah transaksi e-commerce US$82 miliar. Di sisi lain, pesaing terdekat Indonesia adalah Vietnam dengan jumlah transaksi hanya US$23 miliar pada 2025. Dengan melihat fakta tersebut, upaya Pemerintah Indonesia untuk mengejar pajak e-commerce menjadi sangat masuk akal karena potensi penerimaan pajaknya sangat besar. Potensi pajak digital ini juga dapat membantu pemerintah dalam merealisasikan target penerimaan pajak.
Pada saat yang sama, langkah ini lebih lanjut dapat mengatur pasar e-commerce Indonesia, sehingga dapat menarik lebih banyak investasi dari luar negeri.